adab para pencari hadits dan Muhadditsin

  
Madinah Al-Munawarah

ADAB PARA PENCARI HADITS DAN MUHADDITSIN


  A.  Adab pencari hadis
Adab bagi para pencari hadits yang dimaksud dalam bab ini sebenarnya tidak berbeda dengan adab pencari ilmu pada umumnya,yakni tata cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan ilmu yang dimaksudkan. Hanya saja para muhandditsin secara khusus membahas adab bagi para pencari hadis mengingat begitu pentingnya kedudukan hadist.secara ringkas penjelasan adab adabnya.

1.      Ikhlas karena Allah swt
Keihklasan adalah sifat pertama yang mesti dimiliki oleh pencari hadist.oleh karena itu,ia harus menempatkan seluruh usahanya dalam mencari hadist itu semata mata untuk mendapatkan rida Allah swt.dan pahala yang besar dari-NYA. Para pencari ilmu,lebih-lebih para pencari hadist ,hendaknya berhati hati untuk tidak menjadikan pncarian hadist atau ilmu tu sebagai batu loncatan dalam mencapai tujuan tujuan duniawi. Selain itu hendaknya ia memohon kepada allah agar diberikan kemudahan,kemauan keras,pertolongan,dan kebenaran,serta memulai mempraktikan akhlak yang bersih dan perilaku yang menyenangkan.
2.      Bersunguh sungguh dalam mengambi hadis dari ulama
Para pencari hadist mesti meningkatkan kesungguhan dan ketekunannya dalam mempelajari hadist dari orang orang yang masyhur ilmu,agama,dan wara’-nya,meskipun mereka berada diluar institusi ilmiahnya.oleh karena itu ,para pencari ilmu mengadakan perjalanan panjang(rihlah) dengan tidak mmperdulikan susahnya perjalanan dan sulitnya kendaraan,sehingga mereka menyebut pencari hadist yan tidak mengadakan rihlah “la ta’nas minhu rusydan”(anda tidak dapat memperoleh petunjuk darinya). 
3.      Mengamalkan ilmunya
Al-quran mengumpamakan orang yang tidak mengamalkan ilmunya dengan perumpamaan yang paling jelek. Waki’ bin al-jarrah,guru syafi’i berkata,” apabila kamu ingin menghafal hadist,maka amalkan lah ia.”
4.      Memuliakan dan menghormati guru
Para pencari hadist harus menghormati guru guru dan setiap orang yang menjadi sumber hadist mereka. Hal ini harus mereka lakukan demi mengagungkan hadist dan ilmu. Selain itu,mereka harus menjaga nama baik para guru,baik ketika merka ada maupun ketika tidak ada,dan jangan sekali-kali ia mencari-cari kesalahan mereka.semua itu hendaknya dilakukan demi Allah. Jangan pula mereka terhalang oleh rasa malu atau kesombongan sehingga tidak mau mencari ilmu dan bertanya.
5.      Memberikan imu yang dikuasainya kepada sesame rekan pencari hadist
Tindakan ini merupakan faedah faedah pertama mencari hadits dan ilmu.barang siapa menyembunyikan suatu ilmu yang dikuasainya dan tidak mau mengajarkannya kepada teman-temannya dengan tjua agar ia tidak ada duanya dalam bidang ilmu yang bersangkutan,maka sikapnya menunjukan bahwa ia tidak dapat memanfaatkan ilmunya itu.
6.      Memakai metodologi yang berlaku dalam pencarian hadist.
          Prinsi-prinsip metedelogi yang dimaksudkan adalah yang berkenaan dengan pengkajian kitab-kitab sumber Hadits. Pertama kita agar mengedepankan mendengarkan, meneliti, serta memahami Ash-Shahihain (Al-Bukhari dan Muslim), kemudian Sunan Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nas’i, kemudian As-Sunan Al-Kubra karya Al-Baihaqi. Kemudian yang diperlukan dari Al-Masanid, Al-Jawami’, seperti: Musnad Ahmad bin Hanbal, Muwattha’ Malik. Dan dari kitab-kitab ‘Ilal adalah kitab ‘Ilal Ad-Daruquthni. Dan dari kitab Asma’ yaitu kitab At-Tarikh Al-Kabir karya Imam Bukhari.
7.      Memperhatikan mushthalah hadits
Seorang pencari hadist tidak boleh mengabaikan ilmu mushthalah hadits manakala ia telah banyak menghafal hadist dan riwayatnya karena tanpa mushthalah hadist ia tidak dapat mengambil faedah dari hadistnya. Di sampng itu, ilmu mushthalah hadist dapat menjelaskan pokok dan cabang hadist,serta dapat menguraikan istilah istilah penting yang digunakan oleh para ahli hadist. Seorang muhaddits yag mengetahuinya tiak dianggap sebagai ahli hadist. Mengabaikan mushthalah hadist akan mengakibatkan dirinya tidak dapat mewarisi peninggalan sunah yang agung ini dngan sempurna. [1]

    B.  Adab muhaddits
Adab yang dimaksud disini adalah adab yang dibutuhkan oleh setiap orang yang akan memimpin suatu majelis ilmu atau mengajar. Para muhadditsin menganggap penting adab ini,khususnya bagi orang yang akan mengajarkan hadist rasulullah SAW.penjelasan adab adabnya
1.      Ikhlas dan niat yang benar
Ihklas adalah ruh dan inti setiap amal. Orang yang alim tentang hadits semestinya menjadi orang yang paling jauh dari sifat riya’ dan cinta dunia agar ia mendapatkan percikan ruh kenabian dari hadits rasulullah saw
2.      Menghiasi diri dengan berbagai keutamaan
Ilmu ilmu syariat adalah ilmu ilmu mulia yang selaras dengan akhlak mulia dan perangai yang baik. Ilmu ilmu tersebut menuntut pencarinya agar memiliki sifat istikamah dan perilaku yang baik. Akan tetapi, ilmu hadits adalah ilmu yang palig berhak unuk menuntut semua itu. Sepatutnya,seorang muhaddits melebihi orang lain dengan hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh uama hadist terdahulu.
3.      Memelihara kecakapan mengajarkan hadis
Arti menjaga kecakapan disini adalah bahwa seorang muhaddits semestinya tidak mau menghadiri suatu majelis untuk mengajarkan hadis kecuali apabila ia benar benar siap untuk itu,baik ketika muda maupun sudah tua.

4.      Berhenti jika khawatir salah.
Masa pensiun bagi para Muhadditsin adalah 80 tahun, karena pada umumnya orang pada usia tersebut tidak memiliki fisik yang normal lagi, kurangnya daya ingatnya, aktivitas dan kreativitas menurun, serta pola pikirannya berubah. Apabila hal lain yang terjadi pada Muhadditsin, maka Muhadditsin hendaknya menghentikannya. Misalnya: bilamana seorang Muhadditsin khawatir terjatuh dalam kesalahan, maka hendaknya menghentikannya meskipun belum sampai pada usia tersebut.
5.      Menghormati orang yang lebih utama darinya
Hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan akhlak para ulama. Mereka mengindari untuk tidak mendahului orang orang yang lebih banyak memiliki keutamaan daripada mereka,baikkarena usianya yang lebih tua maupun ilmunya yang lebih tinggi.
6.      Menghormati hadits dan mendatangi majelis pengkaji hadis.
Seorang muhaddits dalam hatinya harus tertanam rasa hormat terhadap hadits, salah satunya dengan cara ketika akan mendatangi pengkajian hadits dengan penuh kesiagaan, termasuk yang berkenaan dengan kebersihan dan pakaian.
7.      Menyibukkan diri menulis karya ilmiah.[2]
Bagi muhaddits yang telah berkecimpung dalam dunia penulisan, hendaknya ia memberikan sesuatu yang baru, baik dengan mengemukakan ide yang baru berdasarkan ijtihadnya, maupun dengan memperbaharui metode penyajian ilmu dengan metode yang sesuai dengan tuntutan zaman. Di samping itu, para penulis hendaknya tidak menulis sesuatu yang kurang ia kuasai dengan baik.

      C. Biografi beberapa muhaddits
1.      Abu Hurairah
Nama lengkap Abu Hurairah bnyak versi yang mengatakan ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Abu Hurairah al-Dawsi al-Yamani,versi lain mengatakan ‘Abd al-Rahman ibn Shahr. Abu Hurairah adalah kunyah yang diberikan kepadanya karena sering membawa anak kucing. Beliau dilahirkan pada tahun 21 SH dan masuk Islam pada tahun ke-7 H. Ia wafat di Madinah pada tahun 57 H/636M.
Sekalipun Abu Hurairah tidak terlalu lama bersama Nabi saw,namun ada beberapa hal yang menyebabkannya banyak menerima dan meriwayatkan hadist.1), beliau megunakan segala waktunya bersama Nabi saw. Hal itu terjadi karena semenjak ia masuk Islam segala hal yang dapat menghalangi pertemuannya dengan Nabi saw ia tinggalkan.2), hapalannya kuat. Hal itu tidak terlepas dari peran doa  Nabi saw untuknya.3), beliau masih hidup pada masa dibutuhkannya periwayat hadist ,yaitu akhir masa al-khulafa al-Rasyidum dan awal masa tabi’in (awal munculnya pemalsuan hadist).
2.      Jabir ibn ‘Abdullah
Nama lengkapnya adalah Jabir ibn ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn Haram ibn Tsa’labah al-Khazraji al-Salimi. Kunyah-nya Abu ‘Abdullah. Dikatakan pula Abu ‘Abd al-Rahman dan abu Muhammad. Sedangkan al-Mizzi menyebutkan nama lengkapnya adalah Jabir ibn’Abdullah ibn ‘Amr ibn Haram ibn Tsa’labah ibn Ka’ab ibn Ghanm ibn Ka'ab ibn Salimah ibn sa’ad ibn ‘Ali ibn Asad ibn Saridah ibn Tazid ibn Jusyam ibn al-Khazraj al-Anshari al-Kharaji al-Salimi. Kunyah-nya Abu ‘Abdullah,dikatakan pula Abu ‘abd al-Rahman,Abu Muhammad al-Madani,sahabat rasulullah saw.
Ibn sa’ad dan Haitsam mengatakan baha Jabir meninggal tahun 73 H. sedangkan menurut Muhammad ibn Yahya ibn Hibban beliau wafat tahun 77 H. sementara menurut Abu Nu’aim beliau wafat tahun 74 H dikesempatan lain Abu Nuaim mengatakan bahwa beliau wafat tahun 79 H. Akan tetapi, kebanyakan ahli sejarah mengatakan bahwa Jabir ibn’Abdullah wafat tahun 78 H.
3.      ‘Abdullah
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Mas’ud ibn Gafil ibn Habib. Kunyah-nya adalah Abu ‘Abd al-Rahman,sedangkan laqab-nya adalah al-Huzali. Ia wafat tahun 32 H, semetara yang lain mengatakan bahwa ia wafat tahun 33 H. di Madinah.‘Abdullah bn Mas’ud adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang termasuk dalam kelompok orang pertama yang termasuk dalam kelompok orang pertama memeluk agama Islam (al-Shabiqun al-Awwalin ila al-Islam). Riwayatnya tidak diragukan lagi. Sebab disamping sebagai seorang sahabt Nabi,ia juga seorang yang Tsiqah dan shalih.
4.      Aisyah
Nama lengkapnya adalah ‘Aisyah binti Abu Bakr al-Shiddiq. Ia dilahirkan di Mekah tahun keenam kenabian. Ia masuk Islam bersama kakak perempuannya, Asma’,ketika jumlah orang yang masuk Islam belum mencapai sepuluh orang. kunyah-nya Ummu ‘Abdullah,  laqab-nya Ummu al-Mu’minin, dan Nasab-nya al-Tamimiyah.Jadi,ia adalah salah seorang sahabiyah. Ia wafat pada bulan Ramadhan tahun 57H/668 M.[3]













[1] Dr.Nuruddin’Itr, Ulumul Hadis, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012),hlm. 180-186.
[2] Dr.Nuruddin’Itr, Ulumul Hadis, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 186-189

[3] Dr Majid Khon, dkk, Ulumul Hadits, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2005), hlm. 211-214

Komentar