Sebelum lahirnya filsafat
telah ada beberapa kondisi yang perlu untuk kita ketahui karena kondisi-kondisi
tersebut berperan penting bagi kemunculan filsafat Yunani pada saat itu.
Menurut Bertens (1975) kondisi-kondisi tersebut adalah: mitologi, kesusastraan, pengaruh ilmu pengetahuan dari Bangsa Timur (Mesir dan Babilonia), dan kehidupan social politik.[1]
Menurut Bertens (1975) kondisi-kondisi tersebut adalah: mitologi, kesusastraan, pengaruh ilmu pengetahuan dari Bangsa Timur (Mesir dan Babilonia), dan kehidupan social politik.[1]
1. Mitologi
Dari yang telah diciptakan
oleh jiwa-jiwa orang Yunani pada zaman dahulu, orang dapat mengetahu bahawa
orang Yunani merasa dirinyaterikat pada hidup yang mistik. Mythe dianggap
sebagai pernyataan dari kekuatan-kekuatan yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh
manusia, dengan kekuatan-kekuatan itu dianggap dapat menghendaki ataupun
berbuat secara manusia biasa. Dari inilah timbul gambaran-gambaran mitologis,
dan dunia dilihatnya sebagai drama yang dimainkan oleh dewa-dewa. Lalu
timbullah anggapan-anggapan bahwa apa-apa saja yang belum diketahui oleh orang
mengenai manusia dan alam, tentu rahasianya itu dapat diketemukan dengan
mempelajari sejarah dewa-dewa. Sehingga mitos memberikan jawaban atas keheranan
dan ketakjuban hati manusia atasa alam semesta, yang berarti mitos memberikan
jaminan bagi kehidupan manusia Yunani kala itu. Mitos juga memiliki arti
rangkaian cerita yang dongeng para dewa-dewi yang dihubungkan dengan peristiwa
alam dan dipercayai secara turun-temurun.[2]
Pada abad ke-6 , di Ionia
(tempat timbulnya kebudayaan Yunani), ada beberapa orang yang hendak memecahkan
teka-teki tentang dunia di sekitar kita ini, tanpa memakai sejarah dewa-dewa.
Mereka semunya menulis atau memikirkan tentang “tumbuhnya secara sesuatu secara
wajar”. Alam semesta oleh mereka dipandang sebagai suatu makhluk yang telah
tumbuh secara spontan (tumbuh dengan sendirinya), dan sudah barang tentu mereka
lalu mencari dari mana asalnya makhluk itu , bagaimana azasnya dan bagaimana
archenya.[3]
2. Kesusastraan
Masyarakat Yunani telah lama mengenal kesenian
khususnya kesusastraan. Pada tahun 850 SM misalnya telah terbit puisi Homeros
yang berjudul Ilias dan Odysea, sebuah karya seni yang hingga hari ini masih
sangat terkenal. Sejumlah ahli dalam psikologi dewasa ini meyakini bahwa kesenian,
termasuk kesusastraan, dapat memperhalus emosi dan meningkatkan kecerdasan.
Filsafat Yunani hanya mungkin lahir dan berkembang dalam suatu mayarakat yang
memiliki kehalusan perasaan dan ketajaman intelektual. Kesusastraan dapat
memperhalus perasaan dan mempertajam kecerdasan manusia Yunani pada saat itu.[4]
3. Pengaruh Ilmu Pengetahuan dari Bnagsa Timur (Mesir dan Babilonia)
Selain di Yunan, pada saat yang sama di beberapa
Negara lain pun berkembang pemikiran-pemikiran intelektual. Di Mesir misalnya,
telah berkembang ilmu ukur, yang berawal dari upaya pengukuran ketinggian air
sungai Nil. Dengan mengetahui ketinggian air yang aman, mereka dapat melakukan
perjalanan dan perdagangan. Orang Yunani belajar ilmu seperti itu dari orang
bangsa Timur. Namun, mereka belajar dan mengguanakan ilmu itu bukan hanya untuk
tujuan yang praktis, melainkan juga teoritis. Mereka menggunakan ilmu tidak
untuk jangka pendek seperti untuk berdagang dan melakukan perjalanan, melainkan
untuk ilmu itu sendiri. Mereka belajar imu dan mengembangkan ilmu untuk
menemukan kebenaran.[5]
4. Sosial-Politik
Pemerintahan Yunani kuno sering disebut sebagai
cikal-bakal pemerintahan demokratis. Ini dapat dipahami karena di Negara ini
diterapkan kehidupan sosial politik yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, setiap warga negar memiliki
otonomi dalam bidang hukum dan memiliki kemerdekaan politik untuk mengemukakan
pendapat. Kedua, ada “Negara-negara
bagian” yang disebut polis, kondisi polis saat itu sangat kondusif untuk
perkembangan intelektual. Di setiap polis ada Agora (pasar), tempat dimana
warga Negara bukan hanya melakukan transaksi ekonomi (jual beli barang),
melainkan juga tempat belajar dan memberi pengajaran (prndidikan). Dengan
kondisi dan latar belakang seperti itu, sangat dimungkinkan muncul dan
berkembangnya pemikiran liberal seperti filsafat yunani. Orang Yunani memiliki
kebebasan untuk mencari jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaan mengenai
alam semesta dan kehidupan dengan menggunakan akal mereka. Mereka berusaha
berpikir sendiri untuk menemukan jawaban tentang asal usul alam dan kehidupan.[6]
Para Filsuf Pra-Socratic
Sejarah filsuf Yunani
diawali dengan munculnya filsafat alam. Dinamakan demikian karena para filsuf
pertama Yunani berusaha mencari jawaban tentang asal-usul dan kejadian alam
semesta. Ada sejumlah filsuf yang cukup terkenal, diantaranya adalah Thales (624
SM-546 SM ), Heraclitus (535 SM-475 SM), Phytagoras (580 SM-500 SM).
1. Thales
Thales (624 SM-546 SM), Ilmuwan Miletus digelari Bapak
Filsafat karena dialah pencetus dalam berfilsafat. Gelar ini diberikan karena
mengajukan pertanyaa yang mendasar yang jarang diperhatikan orang, juga orang
zaman sekarang : What is nture of the
world stuff ?(Mayer,1950:18) Apa sebenarnya bahan alam semesta alam ini?
Pertanyaan ini sangat mendasar. Pertanyaan ini telah mengangkatnya menjadi
filsuf pertama. Ia menjawab air.
Thales mengambil air sebagai asal alam semesta barang kali karena ia melihat
sebagai suatu yang amat diperlukan dalam kehidupan dan menurut pendapatnya bumi
ini terapung diatas air (Mayer, 1950:18).[7]
Tidak satu ada makhluk hidup pun yang tidak mengandung unsur air demikian juga
tubuh manusia. Dewasa ini sejumlah ilmuwan dalam bidang kedokteran menyebutkan
bahwa unsur terbanyak dalam tubuh manusia (diatas 80%) adalah air.
Thales menjadi filosof karena ia bertanya.
Pertanyaannya itu di jawabnya dengan menggunakan akal. Dan ia lebih berminat
pada penjelasan tentang fenomena dunia pada penerapan indrawi (perceptual
world) dari pada mengajukan resep-resep praktis, mereka melakukannya dengan
mengutamakan sebab-sebab dari pada pelaku-pelaku pribadi. Meskipun sebab-sebab
itu sendiri berasal dari analogi yang terdapat dalam pengalaman berkarya dan
perilaku manusia.
2. Heraclitus
Ia lahir di Ephesus (Turki)
dan merupakan filsuf terbesar seorang pemikir besar yang meletakkan dasar-dasar
filsafat Yunani. Faham relativisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus
menyatakan pernyataan mengenai metafisika “you
can not step twice into the same rever, for the fresh waters are ever flowing
upon you” (engkau tidak dapat trjun ke sungai yang sama dua kali karena air
sungai itu selalu mengalir). Menurutnya segala sesuatu yang ada dialam semesta
itu mengalir, berubah-ubah tidak ada sesuatu pun yang tinggal mantap tanpa
mengalami perubahan. Sumber perubahan itu adalah api. Api (panas adalah lambang
perubahan). Karena api semua dapat berubah. Air menjadi uap, kayu menjadi abu,
warna menjadi pudar dan seterusnya.
Menurut Heraclitus alam
semesta ini dalam keadaan berubah sesuatu yang dingin berubah menjadi panas,
yang panas berubah menjadi dingin, itu berarti bila kita hendak memahami
kehidupan kosmos kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis, kosmos tidak
pernah berhenti atau diam, ia selalu bergerak, dan bergerak berarti berubah.
Gerakan itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itulah sebabnya ia sampai pada
konklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan (stuff)-nya.
Seperti yang dipertanyakan oleh filosof pertama itu, melainkan prosesnya
(warner, 1961: 28). Pernyataan “semua mengalir” berarti semua berubah bukanlah
pernyataan yang sederhana. Implikasi pernyataan ini amat hebat. Pernyataan itu
mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pengertian adail
pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari ini 2x2=4 besok dapat saja
bukan 4. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat sufisme.[8]
3. Phytagoras
Phytagoras lahir di pulau
Samos, daerah Ionia kira-kira 580-500 SM. Ia adalah seorang pembaharu agama dan
ahli filsafat. Ajaran Phytagoras yang terkenal adalah tentang bilangan atau
angka. Pendapat Pythagoras kemudian berkembang lebih jauh dengan mengatakan
bahwa semua kenyataan dapat dicocokkan dengan perhitungan-perhitungan atau
kategori-kategori sistematis.[9]
Pythagoras dikagumi oleh murid-muridnya dan di
kenang oleh kita smapai sekarang karena keahliannya dalam menemukan dalil ilmu
ukur yang berbunyi: “ dalam segitiga
siku-siku, jumlah kwadrat sisi siku-siku sama dengan kwadrat sisi miring”
yang amapai sekarang masih dipergunakan. Bagi Pythagoras, kenyataan adalah
adanya kesatuan-kesatuan (titik-titik), yang satu dengan yang lainnya memiliki
sifat-sifat yang sama, yang dapat dikumpulkan menjadi bermacam-macam bentuk. Ia
mempunyai bakat ilmu pasti; dan inilah sebabnya ia menaroh banyak perhatian
pada bentuk-bentuk dan bangun-bangun yang terjadi karena penjumlahan
kesatuan-kesatuan bilangan tertentu: “sifat barang sesuatu dapat dimengerti
dengan mempelajari bentuk barang itu”. Kepercayaan Pythagoras bahwa bilangan
menduduki tempat yang paling atas, diperkuat dengan apa yang diketemukan
olehnya di dalam music: music yang tidak dapat diraba, terbukti tunduk kepada
bilangan..[10]
Komentar
Posting Komentar