hubungan Islam dengan ilmu matematika


Hubungan Islam dengan Ilmu Matematika

Matematika pada masa muslim klasik matematika memperoleh perhatian istimewa. Hampir semua sarjana Muuslim dari berbagai jenis disiplin ilmu memiliki penguasaan dan apresiasi yang sangat tinggi terhadap matematika. Para filsuf dan teologi seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Nasir al-Din Al-Thusi, Ibn Khaldun memiliki karya-karya ilmiah di bidang matematika. Termasuk juga Sayyidina Ali bin Abi Thalib memiliki kemahiran dalam bidang matematika, bahkan karena kemahirannya sahabat Ali, banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang sering menanyakan tentang persoalan-persoalan dalam bidang matematika kepada Sayyidina Ali. Bahkan Sayyidina Ali menggunakan kemahirannya dalam bidang matematika tersebut, beliau mengaplikasikan KPK bilangan satu sampai sepuluh dalam perhitungan warisan.
Berkaitan dengan persoalan warisan, dikisahkan bahwa tiga orang menemui Sayyidina Ali dengan membawa persoalan waris yang sangat rumit. Mereka memiliki 17 ekor unta yang hendak dibagikan untuk tiga orang dengan pembagian masing-masing 1/2, 1/3, dan 1/9, tanpa menyembelih unta-unta itu. Jika menggunakan perhitungan langsung, tentu syarat tersebut tak bisa dipenuhi lantaran ketiga orang itu masing-masing mendapatkan 8 1/2, 5 2/3, dan 1 8/9  ekor unta. Seketika Sayyidina Ali menyarankan untuk menambah seekor unta miliknya. Sehingga kini bejumlah 18 ekor, maka ketiga orang itu mendapatkan angka bulat, yaitu, 9, 6 dan 2 ekor unta. Total yang dibagikan 17 ekor sehingga Sayyidina Ali mengambil kembali pinjaman seekor untanya. Cara kreatif dan taktis yang diperkenalkan Sayyidina Ali memecahkan persoalan waris itu dengan cepat dan mudah.[1]
Sesungguhnya sejak zaman para sahabat matematika telah diperkenalkan kepada masyarakat, bahkan para ilmuwan-ilmuan Muslim sudah banyak yang menghasilkan karya-karya ilmiahnya dalam bidang matematika. Dan dini saya akan membahas tentang bagaimana relasi islam dengan ilmu matematika.
Matematika dan Tauhid
Dua konsep sentral matematika adalah bilangan dan bentuk. Kecintaan kaum Muslimin kepada matematika langsung dikaitkan dengan bilangan pokok dari keimanannya kepada Satu Tuhan (Tauhid). “Tuhan adalah satu”, dari situ muncul bilangan angka “satu”. dalam urutan angka-angka, satu merupakan dasar, asal dan sumber dari semua bilangan, demikian pula dengan Tuhan yang merupakan sumber dari segala keragaman makhluk. Dan dengan urutan angka-angka ini menjadi tangga yang digunakan untuk mendaki dari alam dunia ke Yang Maha Esa.[2]
Sementara itu, yang dimaksud dengan bentuk adalah konsep ruang (tiga dimensi), bidang (dua dimensi), titik (satu dimensi). Seluruh benda pasti memilki bentuk, bahkan bentuk merupakan kodrat dari materi itu sendiri. Dengan demikian, bentuk menyingkap keragaman, pluralitas, dan kejamakan materi. Oleh karena itu watak dari materi dapat dibagi-bagi, diurai, dipisah, ditambah, dikurangi, digandakan dan diukur. Hal tersebut menunjukan bahwa bilangan dan bentuk merupakan dua konsep primer matematika yang lahir dari realitas. Semua bilangan dalam tangga bilangan-bilangan merupakan manifestasi bilangan satu dalam kejamakan yang dibatasi oleh entitas masing-masing bilangan itu. Begitu pula halnya bahwa segala bentuk yang ada merupkan manifestasi dari himpunan titik-titik yang terbentuk oleh ruang dan waktu tertentu. Bilangan dan bentuk merupakan contoh kecil dari keragaman alam semesta yang merupakan manifestasi Yang Maha Esa.[3]



[1] Husain Heriyanto, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2011), hlm. 108.
[2] Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 92.
[3] Husain Heriyanto, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2011), hlm. 242-244.

Komentar