Cara Mencapai Sebuah Perdamaian



TERCAPAINYA SEBUAH PERDAMAIAN

      Terdapat beberapa klasifikasi mengenai pola hubungan antara treatment untuk menciptakan perdamaian dalam menghadapi kekerasan dan konflik:
1.      Peace keeping (menjaga perdamaian)
 ini merupakan respon yang dilakukan terhadap bentuk kekerasan langsung (direct violence). Caranya dengan mengendalikan para aktor sehingga mereka berhenti menghancurkan benda-benda maupun membunuh orang (by changing conflict behaviour).
2.      Peace building (membangun perdamaian)
merupakan tipe untuk merespon kekerasan struktural (structural violence). Model ini dilakukan dengan mengatasi kontradiksi di akar formasi konflik dan menghilangkan kontradiksi struktural dan ketidakadilan (by removing structural contradictons and injustices) seperti halnya menanggulangi kemiskinan yang menyebabkan banyaknya kematian.[1]
3.      Peace making (menciptakan perdamaian)
 adalah respon terhadap kekerasan kultural (cultural violence) yang dilakukan dengan melibakan aktor dalam formasi baru dengan mengubah sikap dan asumsi mereka (by changing attitudes) (Ramsbotham dkk., 2005: 10).11 Sehingga berdasarkan pola seperti ini, resolusi konflik tidak hanya berorientasi pada usaha mengurangi tindak kekerasan saja, akan tetapi juga adanya ikhtiar untuk mewujudkan rasa tentram, harmoni, dan damai dalam realita kehidupan sosial.


Adapun dalam mediasi, Hamka(Seorang peneliti psikologi) memandang mereka yang bertikai harus ada yang mengajak berdamai (mediator). Mereka kemudian diajak berdamai, didamaikan dengan baik dan adil, tidak berpihak, melihat dimana kesalahan masing-masing dan diberi nasehat oleh mediator.59 Dalam tulisan ini, akan dibahas prinsip-prinsip, macam-macam, tahapan dan peran mediasi menurut Hamka. Menurut Hamka, ada 15 prinsip dalam mediasi, yaitu:[2]
1.      Mediator diterima semua pihak Dalam
 diceritakan bahwa dua orang meminta putusan kepada Nabi Dawud tentang dua orang yang bersengketa tentang kambing.60 Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Dawud sebagai penengah diterima kedua orang bersengketa. Pertimbangan ini tentunya atas posisi Nabi Dawud yang dianggap bisa menengahi kedua orang tersebut berdasarkan kebijaksanaannya.
2.      Pemaafan
 Menuntut balas adalah hak, tetapi ada yang lebih baik daripada menuntut balas, yaitu memberi maaf. Memang sakit rasanya jiwa tatkala kejahatan dibalas dengan kebaikan. Tetapi jika seseorang dapat mengalahkan kehendak yang jahat dan memenangkan kehendak yang baik, maka tidak ada saat yang lebih berbahagia dan lebih baik daripada saat itu (QS. al-Shu’ara: 43).
3.      Menuntut yang lebih ringan
Seseorang yang bertikai bisa saja menuntut hukuman yang setimpal atas perbuatan orang lain yang merugikan seperti qisa} namun ia bisa saja memaafkan atau membayar diyat> sebagai solusi terbaik (QS. al-Baqarah: 178).
4.      Musyawarah Kepentingan bersama,
terlebih bila terjadi perbedaan pandangan, harus dimusyawarahkan agar ringan sama dijinjing, berat sama dipikul (QS. al-Shura: 38).63 Jika terjadi perselisihan dalam bidang politik, maka harus dikembalikan pada keputusan uli al-amri, sebagaimana diatur dalam syara’, yaitu ahl al-shura atau wakil-wakil rakyat, orang-orang yang dipercaya oleh ummat. Uli al-amri melakukan musyawarah memutuskan perselisihan yang berkenaan dengan urusan dunia politik, sehingga tidak timbul diktator (QS. al-Baqarah: 253)
5.      Saling memahami Dalam masyarakat yang heterogen,
maka seseorang harus memahami keadaan sekitarnya, tidak seenaknya sendiri. Hal ini ditunjukkan hamka ketika ingin mengimami, maka Hamka menanyakan lebih dahulu tentang kebiasaan masyarakat, apakah memakai qunut atau tidak. Maka yang lebih penting mengokohkan persaudaraan dan menimbulkan kesadaran mereka kembali, bahwa mereka semuanya adalah dari satu ummat dan kelainan pendapat tidaklah akan membawa permusuhan (QS. al-Mumtahanah: 7).
6.       Sopan santun
Mengutip al-Zamakhshari, Hamka mengatakan bahwa dimulainya perkataan dengan berupa pertanyaan: maukah engkau? atau sudikah engkau? adalah mempersilahkan dengan halus pada seorang yang akan diajak berdamai. Dan semua kata-kata itu disusun dengan lemah lembut penuh hormat, supaya kesombongan orang yang bertikai turun. Dalam QS. {Taha 44, Tuhan berpesan kepada Musa, agar dia bersama Harun berkata lemah lembut kepada Fir’aun (QS. al-Naziat: 18-20).
7.      Sabar
 Dalam menghadapi orang yang tidak sesuai dengan pandangan kita, maka kita harus tahan dan tangguh untuk menghadapi perbedaan tersebut. Sabar adalah daya tahan ketika posisi menang dan menangkis ketika kalah (QS. al-Anfal: 46).67 Kesabaran adalah kesanggupan mengendalikan perasaan ketika sedih menimpa (QS. Yusuf: 84).
8.       Taat dan berkata yang baik
 Ketaatan dan kata yang baik tidak lain adalah datang daripada semangat yang tinggi dan budi yang luhur pula. Maka semakin budi seseorang itu luhur, maka semakin ia akan dihormati dalam putusannya (QS. Muhammad: 21).
9.      Sama-sama menanggung Dalam menyelesaikan masalah dan mencapai kesepakatan
 seseorang harus “ke gunung sama mendaki ke lurah sama menurun”, menghadapi gelombang dari perjuangan atau ibarat lautan mengalami pasang naik dan pasang turun (QS. al-Ahzab: 28-29).
10.   Keterbukaan
informasi Dalam konflik yang terjadi pada pernikahan Rasulullah dengan Zainab setelah diceraikan Zaid, ‘Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah tidak menyembunyikan satu ayat pun yang diwahyukan kepadanya. Dengan keterbukaan informasi itu, maka semua orang tahu apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana penyelesaiannya. (QS. al-Ahzab: 40).
11.   Menghindari ego
 Dalam putusan dua orang yang mengadu kepada Nabi Dawud, beliau mengatakan bahwa pada mulanya pergaulan itu baikbaik saja, tetapi kalau sudah ada yang merasa kuat dari yang lain, mulai berangsur yang kuat itu hendak menindas yang lemah.72 Dalam cerita Nabi Dawud inilah, maka ego harus dihindari untuk mewujudkan kebaikan di antara beberapa pihak (QS. Sad: 24).
12.  Tidak benci dan dendam
 Kebencian tidak boleh menghalangi seseorang untuk bersaksi dengan benar. Kebenaran tidak boleh dikhianati hanya karena rasa benci. Kebenaran akan kekal dan rasa benci bukanlah perasaan asli yang ada dalam jiwa. Itu adalah hawa nafsu yang satu waktu akan merasa teduh, berlakulah adil dan itulah yang akan mendekatkan kepada takwa (QS. al-Ma’idah: 8).
13.   Keadilan
 Keadilan adalah pintu terdekat takwa, dan lawannya adalah dhalim yang merupakan salah satu puncak maksiat kepada Allah. Apabila dalam putusan konflik tidak ada yang adil, maka ada pihak yang akan menderita dan patah hati, masa bodoh (QS. al-Ma’idah: 8).
14.  Menjauhi prasangka Dalam mediasi,
orang yang bersengketa harus menjauhi prasangka, karena hal tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar dan bisa merusak silaturrahim. Dengan menjauhi prasangka, maka masing-masing akan dapat melihat permasalahan masing-masing secara obyektif (QS. al-Hujurat: 13).
15.  Pembiaran Membongkar struktur masyarakat yang sudah mengakar bukanlah kekuatan manusia.
Contohnya adalah daerah Minang yang struktur keturunannya berdasarkan masyarakat keibuan (matriarchaat). Dari situlah yang paling banyak ulama Islam di Indonesia ini, Syaikh Ahmad Khathib berpendapat bahwa harta pusaka adalah harta syubhat, terpaksa meninggalkan negeri itu, untuk menghindarkan diri supaya jangan dipukul oleh fatwanya sendiri (QS. al-Nisa’: 3).

    Sikolog social telah berfokus pada empat strategi untuk menolong musuh menjadi kawan, kita dapat mengingat hal ini sebagai empat C perdamaian (peacemaking): contact, cooperation (kerjasama), communication (komunikasi), dan conciliation (konsiliasi)[3]
 -    Kontak
Kedekatan dan interaksi, antisipasi dari suatu intraksidan pemaparan sederhana dapat meningkatkan rasa suka. Jika prinsip psikologi social tampak jelas bahwa bagaimana sesuatu tampaknya dapat anda kenali dalam satu kali pertemuan dan kontak sosial baik langsung maupun tidak langsung  
2.      Kerja Sama
Kerjasama antar individu dengan individu yang lain dalam melawan suatu konflik yang sama misalnya, hal ini akan membangun suatu kerjasama dan persatuan antar suatu individu dengan individu yang lain, maupun dengan kelompok.
3.      Komunikasi
Pihak-pihak yang bertikai memiliki jalan lain untuk menyelesaikan perbedaan. Ketidaksetujuan dengan suatukehendak dapat diatasi dengan saling melakukan penawaran secara langsung, mereka dapat meminta pihak ketiga untuk melakukan mediasi dengan tawar-menawar dan memfasilitasi negosiasi mereka. Atau mereka dapat melakukan arbitrasi dengan tidak menyampaikan ketidaksetujuan mereka pada seseorang yang akan mempelajari isu ini dan akan melaksanakan sebuah penyelesaian.
4.      Konsiliasi
Upaya menyelesaikan konflik dengan jalan damai dengan cara mempertemuka pihak-pihakyang berselisih untuk mencari jalan tengah penyelesaian konflik yang disepakati oleh pihak-pihak yang berselisih tersebut. Dalam proses konsiliasi diperlukan orang penengah atau orang ke tiga yang di sebut juga konsiliator atau yang lebih di kenal dengan konsiliator




[1] Musahadi, Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia, (Semarang:  Walisongo Mediation Centre, 2007), hlm. 136.
[2] David G. Miyers, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm. 244-245.
[3] David G. Miyers, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm. 264-291.

Komentar